ISU TERORISME SEBAGAI ANCAMAN NON-TRADISIONAL KAWASAN ASIA TENGGARA
Oleh : Fauzan Fakih
Berbicara mengenai isu yang menjadi fokus global sepertinya isu mengenai tindakan terorisme menjadi salah satu dari isu tersebut. Terorisme bukanlah sebuah isu baru bagi dunia internasional telah banyak kejadian tindakan terorisme serta telah sering kali pula berbagai upaya untuk menanggulangi tindakan terorisme itu sendiri. Ketika mempelajari hubungan internasional, terutama antara gagasan tentang peran negara dan gagasan tentang bagaimana sistem dunia seharusnya berfungsi, terkadang ada gagasan yang saling bertentangan dan perselisihan jangka panjang, terutama dalam penelitian keamanan.
Saat terorisme masih menjadi ancaman global yang belum terselesaikan, jelas bahwa tindakan terorisme merupakan kekerasan yang tentu melanggar hukum, pengertian mengenai terorisme pun masih menjadI perdebatan namuN jelas tindakan teror telah sering terjadi di sekitar kita. Menilik masa lalu ketika terorisme mulai menjadi pembicaraan global pasca penyerangan yang terjadi di World Trade Center (WTC) pada 9 September 2001 di Amerika. Nampaknya kejadian ini menjadi pemantik dari munculnya tindakan terorisme di wilayah lainnya. Salah wilayah atau kawasan yang menjadi target oprasi dan doktrin terorisme adalah kawasan Asia Tenggara.
Hal tersebut terbukti dengan adanya organisasi besutan salah satu kelompo teroris terbesar di dunia yaitu ISIS (Islamic State Iraq and Syiria) organisasi teroris ini melakukan pembangunan markas-markas seperti yang ada di Asia Tenggara. Al-Qaeda memiliki pengaruh yang jauh lebih besar terhadap Abu Sayyaf Group (ASG) dari pada MILF karena fakta bahwa sebagian besar anggota aslinya yang telah bergabung sejak grup ini didirikan pada tahun 1991 adalah mantan muhajidi Afghanistan. Al-Qaeda menyediakan ASG dengan dana melalui saudara ipar Osama bin Laden, yang dulu tinggal di Manila, dan pelatihan oleh Ramzi Yousef yang bertanggung jawab atas Perdagangan Dunia pertama Bom pusat di New York tahun 1993. ASG dieksekusi ekstrim tindakan termasuk pemerasan, penculikan untuk tebusan dan pembunuhan. Selain pemboman yang membawa kekacauan di Filipina salah satu contoh serangan terbesar terorisme di Filiphina yaitu saat petempuran Marawi.
Saat ini juga telah baru-baru terjadi isu yang menggemparkan dengan kembalinya taliban menguasai Afganistan. Untuk tidak dapat dipungkiri kembalinyaa berkuasa kelompok taliban tentu memberikan pengaruh bagi seluruh dunia salah satunya kawasan Asia tenggara. Tentu kejadian ini akan memunculkan kembali isu keamanan yaitu terorisme, melihat bagaimana selama ini taliban sering di kaitkan dengan isu terorisme. Melihat taliban yang kembali berkuasa akan memantik kembali semangat para pembawa pengaruh radikal untuk menyebarkan kembali
Konvensi PBB menentang kejahatan kerorganisir transnasional, mendefinisikan kejahatan transnasional yang meliputi setiap kegiatan kriminal yang dilakukan di lebih dari satu negara bagian direncanakan di satu negara tetapi dilakukan di negara lain atau dilakukan di satu negara bagian di mana ada efek ke negara tetangga yurisdiks. Survei PBB tren kejahatan dan operasi sistem peradilan pidana terdaftar delapan belas kategori kejahatan transnasional, termasuk terorisme, dan ilegal perdagangan narkoba, senjata, pembajakan, dan manusia tetapi tulisan ini akan fokus pada kategori ini yaitu terorisme.
Kekuatan-kekuatan besar dunia sejak time-out-of-mind menunjukkan minat pada Asia Tenggara. Sebagian besar wilayah tersebut, pada titik tertentu dalam sejarah, pernah menjadi subjek kolonial kekuasaan, fakta yang telah membentuk sistem politik, budaya,suku, bahasa dan agama di kawasan Asia Tenggara. Di kawasan Asia Tenggara, isu kejahatan lintas batas merupakan salah satu yang paling banyak masalah non-tradisional yang signifikan terhadap stabilitas kawasan. Khususnya di Asia Tenggara ancaman-ancaman yang hadir dari kelompok terorisme yang terus bergerak melewati batas-batas wilayah di kawasan Asia Tenggara,kelompok tersebut seperti Abu Sayyaf Group (ASG), Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan Gerakan Mujahiddin Islam Patani (GMIP). Kelompok – keompok tersebut tentunya mempunyai agenda yang tidak hanya akan berfokus pada penaklukan lintas domestik saja, untuk itu mereka berafiliasi untuk bekerjasama melancarkan rencana pada lingkup transnasional.
Maka dari itu ASEAN yang melakukan deklarasi di Bangkok mengeluarkan statment yaitu ASEAN akan mengupayakan untuk melindungi stabilitas keamanan kawasan regional juga ada pada piagam ASEAN yang mengenalkan pada konsep perdamaian regional, keamanan, serta kesejahtraan. Untuk itu jika di telaah hal tersebut sebagai upaya melakukan kontra terorisme seperti dengan adanya kehadiran koncensi dan perencanaan aksi guna untuk melakukan promosi gerakan anti terorisme. Tetapi dalam perjaalanannya juga muncul hambatan yang menjadi rancangan kontra terorisme berjalan tidak signifikan. Hal tersebut juga terjadi karena faktor seperti halangan bersifat struktural dalam menjalani agenda dari kontra terorisme, prosesnya yang begitu lambat, adapun faktor terhadap aturan yang terlihat tidak konsisten, serta adanya isu domestik yaitu terhadap persengketaan wilayah sehingga ruang gerak kelompok teroris bisa berkembang, upaya konta terorisme terlihat kurang dan masalah infrastruktur di daerah perbatasan guna melindungi kelompok ilegal melewati perbatasan negara.
Masih terjadinya tumpang tindih Terkait isu aksi terorisme yang mengancam kawasan Asia Tenggara, menjadikan isu ini di respon berbeda bagi setiap negara di kawasan ini. Menilik ke negara Malaysia dan Singapura melakukan upaya pengerahan intelijen dan polisi. Singapura memberikan penekanan khusus pada penggunaan pasukan pengerahan tentara untuk merespon secara konsisten terhadap serangan teroris di negara tersebut. Malaysia menggunakan Pasukan Operasi Khusus Nasional (NSOF) langsung di bawah komando Perdana Menteri untuk menangani terorisme Malaysia. Myanmar mengambil tindakan tegas untuk melakukan penggeledahan untuk mengeksekusi militan Muslim, yang sejalan dengan eksekusi Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine utara. Setelah Pertempuran Malawi, Thailand meningkatkan kudeta dari Mei 2015 hingga 2017 dengan kehadiran pemerintah militer, dan Thailand meningkatkan peran militer di seluruh negeri, terutama di Thailand selatan. Brunei Darussalam secara tegas mengatur aturan dan hukuman terhadap terorisme yang diatur dalam Konstitusi Brunei Darussalam. Dan Indonesia sendiri di bentuk Densus 88 dengan kerjasama dengan pemerintah lokal dan masyarakat guna bisa mendapatkan upaya informasi terkait pergerakn terorisme, selain itu Indonesia melakukan kerjasama dengan negara lain seperti kerjasama ‘our eyes’ yang bergerak dalam kerjasama pertukaran informasi intelijen yang melibatkan negara anggota ASEAN.
Dalam hal ini ASEAN perlu untuk memaksimalkan perannya untuk mengatasi isu terorisme kawasan Asia Tenggar da Transnasional tentunya haruslah dilakukan secara lebih efektif lagi dari pada hanya sebatas promosi untuk aksi gerakan kontra terorisme dan anti terorisme. Apalagi melihat situasi saat ini setelah kembalinya taliban menguasai Afganistan, bukan tidak mungkin ancaman isu terorisme atau gerakan-gerakan radikal akan muncul kembali. Di tengah fokus negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam pemulihan pandemi Covid-19, tidak seharusnya negara-negara kawasan ini menepikan isu terkait terorisme.
Selanjutnya, ASEAN sebagai organisasi regional kawasan harusnya mendorong negara-negara kawasan untuk melihat isu terorisme bukan sebagai sesuatu yang biasa. Karena tidak dapat dipungkiri situasi ini bisa saja dimanfaatkan gerakan-gerakan radikal untuk menyebarkan paham-pahamnya sehingga gerakan-gerakan yang berujung tindakan terorisme bisa terjadi kembali. Maka dari itu dari pandangan pribadi kembali menegasakan bahwa peran ASEAN sangat di butuhkan dalam isu ini, sehingga dinamika yang terjadi di kawasan bisa teratasi.